Menjadi yang Sedikit | Sebuah catatan
Selalu ada banyak cerita di setiap perjalan waktu, entah kisah yang memang kita harapkan ataupun kisah yang bahkan tidak pernah kita lintaskan dalam alam sadar ataupun alam bawah sadar kita. "Menjadi yang sedikit" merupakan gambaran dari salah satu refleksi kehidupan diri saya terhadap serial kehidupan yang diantarkan oleh mahluk ajaib bernama "waktu". Sedikit merupakan padanan kata dari kata tidak banyak atau lawan abadi dari kata banyak entah kita lebih suka menjadi bagian dari yang banyak atau menjadi bagian dari yang sedikit.
Sedikit itu kata keterangan yang bermakna kurang, minus tapi bukan berarti selalau salah bahkan terkadang sedikit itu menjadi sebuah kebenaran. Di negeri ini menjadi "sedikit" ber efek dualisme pertama menjadi sedikit di negeri ini adalah sebuah kehormatan karena dengan menjadi sedikit kita menjadi bagian dari sedikit orang yang bertindak jujur, sedikit orang yang tunduk kepada peraturan, sedikit orang yang peduli alam, sedikit orang yang peduli sesama, sedikit orang yang mempunyai integritas. Menjadi banyak di negeri ini sama saja menjadi bagian dari pelaku kecurangan, pelaku contek masal, pelaku pelanggar peraturan, dan banyak lagi .
Dualisme dari efek sedikit ini ialah menjadi sedikit itu berarti harus siap menjadi tidak populer, menjadi pelanggar kebiasaan, menjadi cemoohan masal, menjadi anti gotong royong. begitu kira - kira efek kedua dengan menjadi sedikit.
saya teringat dengan kisah seorang yang menjadi asing dan terasingkan karena memang sedikit orang yang mengkajinya.
"Dalam suatu perjalanan umrah ke kota mekkah seorang pemuda kaya berhenti sejenak untuk istirahat didekat sebuah kebun rindang, ketika beristirahat dan tidur pulas maka onta yang dikendarainya terlepas dan masuk ke kebun tersebut dan memakan tanaman - tanaman yang ada didalam kebun. Pemilik kebun tersebut seorang kakek , dan mencoba mengehntikannya karena tidak bisa maka kakek tersebut membunuh onta tersebut.
Ketika terbangun, pemuda ini dikejutkan dengan mendapati bahwa onta miliknya sudah tak bernyawa, lalu kakek tadi menjelaskan perihal kejadian yang sebenarnya, mendengar penjelasan kakek tersebut pemuda ini marah dan memukul kakek pemilik kebun sehingga meninggal dunia, ketika hendak kabur ia ditangkap anak dari kakek yang terbunuh tadi, lalu dilaporkan kepada khalifah.
Singkat cerita, pemuda ini dihukum mati, pemuda ini meminta diberi waktu dua hari untuk pulang ke kampungnya guna menyelesaikan segala hutang piutang dirinya, tetapi khalifah tidak dapat memberi izin kecuali ada orang yang menjadi jaminan kalau - kalau pemuda ini tidak kembali, karena ia merupakan seorang pendatang ia tidak mempunyai kerabat yang dapat menjadi jaminan , lalu tiba - tiba berteriak seorang yang hadir disana dengan bersedia menjadi jaminan dari pemuda tersebut, Abu Dzar namanya.
Sesampai dihari pelaksanaan hukuman, pemuda ini tak kunjung datang dan tepat beberapa menit pelaksanaan hukuman, pemuda ini datang dan semua orang memandang heran, "kenapa engkau hadir?padahal engkau dapat lari dari hukuman ini?" tanya khalifah, pemuda tersebut menjawab "aku datang untuk menepati janji, agar jangan sampai ada orang berkata bahwa tidak ada lagi orang yang menepati janji dan agar orang tidak mengatakan tidak ada lagi lelaki sejati yang berani mempertanggungjawabkan perbuatannya"
lalu khalifah bertanya kepada Abu dzar yang rela memberikan nyawanya sebagai jaminan untuk seorang yang tidak dikenalnya, ia menjawab "Aku lakukan ini agar orang - orang tidak mengatakan bahwa tidak ada lagi lelaki jantan yang bersedia berkorban untuk sesama manusia ciptaan tuhan"
Mendengar dua statement tersebut, anak dari kakek yang melapor tadi berkata "wahai khalfah saya telah memaafkan pemuda ini dan tidak meminta apapun darinya, tidak ada yang lebih utama dari memberi maaf dikala mampu, saya lakukan ini agar orang tidak lagi berkata bahwa tidak ada lagi orang berjiwa besar, yang mau maaf memaafkan"
(cerita ini diambil dari Buku "ketika cinta berbuah surga" karya habiburrahman el shirazy)
(cerita ini diambil dari Buku "ketika cinta berbuah surga" karya habiburrahman el shirazy)
Kembali ke judul tulisan ini, menjadi yang sedikit tidak selalu menghinakan, anda pernah melihat sekelompok bebek, saya yakin anda sering melihatnya, namun pernahkan anda melihat sekawanan elang terbang, hampir pasti anda menjawab tidak pernah, karena mental elang tidaklah sama dengan mental bebek, ia memiliki integritas, kemampuan untuk menjadi diri sendiri dan ia sedikit.
Baca juga:
Mencari Setitik Kejujuran di Negeri Kleptokrasi
Baca juga:
Mencari Setitik Kejujuran di Negeri Kleptokrasi
0 komentar:
Posting Komentar