Tampilkan postingan dengan label Review Buku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Review Buku. Tampilkan semua postingan

Sunset Bersama Rosie : Cinta adalah Persahabatan




Title : Sunset Besama Rosie
Author : Tere Liye
Publisher : Republika
Pages ; 425 





“Dan kelak kau akan menyadari, dua puluh tahun dari sekarang kau akan lebih menyesal atas apa – apa yang tidak pernah kau kerjakan dibandingkan atas apa – apa yang kau kerjakan”

Dalam novel ini, penulis Tere liye dengan sangat berhasil sekali membawa pembacanya ke dalam bentuk pemahaman baru tentang arti kesempatan, perasaan serta cinta?

         Sebenarnya, apakah itu perasaan? Keinginan? Rasa memiliki? Rasa sakit, gelisah, sesak, tidak bisa tidur, kerinduan, kebencian? Bukankah dengan berlalunya waktu semuanya seperti gelas kosong yang berdebu, begitu – begitu saja, tidak istimewa. Malah lucu serta gemas saat dikenang.

Sebenarnya, apakah pengorbanan memiliki harga dan batasan? Atau Priceless, tidak terbeli dengan uang, karena kita lakukan hanya untuk sesuatu yang amat spesial diwaktu yang juga spesial? Atau boleh jadi gratis. Karena kita lakukan saja dan selalu menyenangkan untuk dilakukan berkali – kali.

Sebenarnya, apakah itu arti ”kesempatan”? Apakah itu makna ”keputusan”? Bagaimana mungkin kita terkadang menyesal karena sebuah ”keputusan” atas sepucuk ”kesempatan”? Sebenarnya, siapakah yang selalu pantas kita sayangi?

Pertanyaan – pertanyaan diatas tidaklah memerlukan jawaban langsung dari lisan kita, karena justru waktu dan reaksi kita terhadap pertanyaan – pertanyaan itu jauh lebih bisa menjelaskan. Ya, waktu.. Kita akan mendapati sebuah pemahaman baru terhadap arti waktu ketika kita terbawa oleh jalan cerita novel ini, seperti yang selalu menjadi sebuah keyakinan dari tokoh utama novel ini, Tegar. Ia selalu menegaskan keyakinannya akan makna waktu:    
Bagiku waktu selalu pagi, diantara potongan dua puluh empat jam dalam sehari, bagiku pagi adalah waktu yang paling indah. Ketika janji – janji baru muncul seiring embun menggelayut diujung dedaunan. Ketika harapan – harapan baru merekah bersama kabut yang mengambang di persawahan hingga nun jauh di kaki pegunungan. Pagi, berarti satu hari yang melelahkan terlampau lagi. Pagi, berarti satu malam dengan mimpi – mimpi yang menyesakkan terlewati lagi; malam – malam panjang, gerakan tubuh bresah, kerinduan, dan helaan napas tertahan.

       Tegar begitu meyakini keajaiban pagi, pagi baginya merupakan sebuah harapan baru yang muncul seiring dengan hangatnya sinar matahari yang mulai memeluk bumi, pagi baginya adalah kanvas putih yang dianugrahkan Tuhan untuk dilukis, dihias sesuai apa yang diinginkan, Pagi baginya merupakan waktu ampuh untuk melawan kenyataan yang begitu teramat menyesakkan, begitu menyakitkan, ketika rasa yang bertahun – tahun lamanya tumbuh harus berguguran hanya dalam hitungan waktu singkat.

          Ia pernah begitu menyesal ketika ia tidak bisa berbuat apa – apa atas apa yang seharusnya ia perbuat, atas apa yang seharusnya ia perjuangkan. Rosie yang begitu ia inginkan. Yang telah ia kenal sedari kanak – kanak, mereka tumbuh bersama, bermain bersama sampai pada akhirnya ada sebuah rasa yang tumbuh dalam hatinya, sebuah rasa spesial yang membuatnya sadar bahwa: ia mencintai Rosie.

         Ia putus asa, ia mencoba mencari sebuah pelarian atas sebuah kesempatan yang pernah ia sia – sia kan , ia meratapi sedih atas kesempatan yang ia lewatkan. Namun disini, tere liye seolah ingin mengatkan kepada pembaca bahwa justru: kita akan lebih menyesal atas apa – apa yang tidak pernah kita kerjakan dibandingkan atas apa – apa yang kita kerjakan. Tegar telah merasakan bagaiman ia begitu menyesal telah menyia-nyiakan sebuah kesempatan, namun bukan berarti kesempatan tidak akan pernah terulang, yah kita selalu mempunyai kesempatan untuk memperbaiki diri dengan berbagai kesempatan baru yang selalu di anugrahkan Tuhan kepada kita, namun kesempatan dalam artian dan pengertian yang berbeda dari yang kita harapkan sebelumnya.

      Kisah ini mengajarkan kita bahwa kita selalu mempunyai kesempatan jika kita benar – benar meyakininya, sebagaimana mawar yang dapat tumbuh ditegarnya karang, jika kau menghendakinya tumbuh!

A Great Story : Gadis Pantai


Title : Gadis Pantai
Author : Pramoedya Ananta Toer
Pages: 231
Publisher : Lentera Dipantara


Gadis pantai merupakan salah satu buah karya Pramoedya ananta toer, sastrawan Indonesia yang pernah masuk nominasi peraih Nobel sastra dunia, The San Fransisco Chronicle Magazine mengatakan Pramoedya Ananta Toer selain seorang pembangkang paling masyhur adalah juga Albert Camus-nya Indonesia. Kesamaan terdapat di segala tingkat, belum lagi kemampuannya mengkonfrontasikan berbagai masalah monumental dengan kenyataan kesehari-harian yang paling sederhana.

Seperti Novel – novelnya sebelumnya, Gadis pantai merupakan sebuah novel yang mengkritik,novel yang menentang, sebuah kisah  perlawanan, perlawanan terhadap budaya feodal, perlawanan terhadap diskriminasi, perlawanan atas nama kemanusiaan. Melalui Gadis Pantai, Pram coba mengingatkan kita bahwa ”tugas utama manusia adalah menjadi manusia”

Gadis Pantai berkisah tentang seorang gadis kampung nelayan, miskin, tak berpendidikan, yang mendadak menjadi selir seorang bendoro, Priyayi kota. Ia menjadi seorang Mas Nganten, nyonya seorang bangsawan, bergelimang dalam kemewahan yang tak pernah ia rasakan dan bayangkan sebelumnya.

Bukan hanya kehidupannya yang berubah, perlakuan orang terhadapnya pun berubah, ia yang dulu terbiasa di perintah sekarang harus memerintah, bahkan bapak dan ibunya pun tak berani menatap wajahnya ketika bicara. Dilain pihak ketika berhadapan dengan bendoro beserta keluarganya ia tetap harus takluk, mengabdi menjaid sahaya yang tak mempunyaihak apapun kecuali diperintah.

Kontradiksi perlakuan inilah yang akhirnya menimbulkan sebuah keberanian, sebuah perlawanan, dan puncaknya ketika sang Bendoro menceraikan si gadis pantai karena melahirkan seorang anak perempuan dan memaksa Gadis pantai untuk meninggalkan sang anak yang baru berumur tiga bulan untuk diasuh oleh sahaya – sahaya berndoro.

Pram dengan bagus menuturkan kisah pergulatan batin sang Gadis kampung nelayan yang tiba – tiba menjadi seorang bangsawan ini. Dengan gaya bertutur dan alur cerita khasnya Pram sebagai Humanis sejati kita seolah diajak untuk Rethinking of Humanity.

Lastly, Gadis Pantai baik itu sebagai sebuah karya sastra atau cerita sejarah sangat pantas untuk dibaca dengan berbagai karena. Karena ia sebuah cerita tentang perjuangan akan nilai – nilai kemanusiaan. Karena ia merupakan karya yang akan membuat kita berani untuk menggugat kemapanan kebiasaan. Karena ia mengingatkan tugas utama kita sebagai seorang manusia yaitu untuk menjadi manusia.

5 cm


“Sebuah Narasi lakonik yang bercerita tentang mimpi – mimpi, persahabatan dan cinta, serta musuh – musuh mereka”




Diakhir Desember dan diawal januari, penikmat film tahah air disuguhkan sebuah tontonan berkualitas yang berbeda, out of mainstream dari film Indonesia yang sudah – sudah, dan wajar jika popularitas dan jumlah penonton film ini cukup fantastis sebelum ditenggelamkan oleh film extraordinary lainnya Habibie & Ainun.

Yang menjadi menarik disini, seperti film – film yang diadaptasi dari novel, seringkali mengundang ketidakpuasan dari orang yang pernah membaca novelnya (fortunately, menurut data tidak banyak orang Indonesia yang mempunyai hobi membaca). Saya kira masih dalam skala wajar untuk case film ini, karena kita dapat mendeskripsikan imajinasi kita melalui tulisan, kita dapat membuat dunia baru dari sebuah tulisan, namun tidak semua yang kita tuliskan dapat divisualisasikan, right! Seperti kata Einstein “imagination is more important than knowledge”

Novel yang berkisah tentang tongkrongan sekumpulan anak muda, 5 sahabat; Genta, Riani, Zafran, Arial, dan Ian yang memulai kisah pesahabatan mereka dari SMA dan berlanjut hingga mereka mulai satu persatu menamatkan sekolah mereka di jenjang universitas, namun persahabatan tersebut tetap terjalin. Dari nongkrong gak jelas dimalem minggu, tidur – tiduran di trotoar, dari diskusi musik sampe ranah politik dan berbagai macam hal lainnya dari yang wajar sampai dengan skala absurd.  That’s friendship.

Arial yang sporty dengan sifat cuek dan coolnya. Genta, The leader, orang yang sangat care dengan orang lain dan bisa dibilang lebih mementingkan orang lain dari dirinya sendiri dan Genta juga merupakan secret admire nya Riani. Riani, cewek satu-satunya dalam tongkrongan ini, sedikit serius, berwawasan luas dan Cantik. Zafran, pujangga paruh waktu, yang selalu mencoba untuk romantis dan puitis, yang sering menjadi bahan tertawaan teman – temannya, dan terakhir Ian, cowok gendut yang masih berusaha menyelesaikan study nya karena sudah mempunyai adik tingkat lima angkatan.

Yang timbul dari persahabatan ini bukan hanya rasa kesetiaan yang muncul namun juga sebuah hati, sebuah cinta seperti rasa yang dipendam oleh Genta kepada sahabat dekatnya Riani, Zafran kepada Dinda, saudara kembarnya Arial.

Sampai pada akhirnya, kelima sahabat ini terlibat dalam suatu pertualangan heroik dan menegangkan dalam upaya mereka untuk mencapai puncak tertinggi di pulau jawa, Mahameru.

Sebuah kisah yang luar biasa inspiratif, bukan hanya tentang persahabatan, bukan hanya tentang cinta, juga rasa kebanggaan akan tanah air, nasionalisme, kesetiaan, struggle, perjuangan terhadap mimpi – mimpi.

Tidaklah cukup mungkin bagi saya untuk mendeskripsikan kisah ini dalam tulisan singkat ini, saya sangat merekomendasikan bagi temen – temen untuk membaca Novel ini, atau bagi yang tidak terlalu suka membaca, tetap cobalah untuk membacanya, ^_^ atau mencoba untuk menonton filmnya.

 

“…Biarkan keyakinan kamu, 5 centimeter menggantung, mengambang di depan kening kamu. Dan sehabis itu yang kamu perlu Cuma...

Kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat keatas...

Lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja...

Dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya...

Serta mulut yang akan selalu berdoa....”

Yang bisa dilakukan seorang mahluk bernama manusia terhadap mimpi-mimpi mereka dan keyakinannya adalah mereka hanya tinggal mempercayainya
(5 cm)

Journey: Menelusuri Jejak Peradaban Islam di Eropa | 99 Cahaya di Langit Eropa


Membaca sejarah tidak melulu berarti mempelajari manuskrip – manuskrip lama berisi penjelasan dan komentar para sejarahwan di perpustakaan, atau membaca biografi – biografi tokoh dunia dan kehidupannya, terkadang sejarah dapat kita telusuri secara komprehensif dengan hanya melihat warisan – warisan sejarah itu sendiri yang dapat berupa lukisan, bangunan atau kebudayaan yang ditinggalkannya.

Dan seperti itu juga yang bisa saya temukan pada novel: 99 Cahaya di Langit Eropa, perjalanan Menapak jejak Islam di Eropa, karya Hanum Salsabiela Rais dan suaminya, Rangga Almahendra, saya seolah dibawa oleh alur tulisan sang penulis, untuk mengenal Eropa dalam romantisme sejarahnya, dibawa untuk melihat pasang surut peradaban Islam di Eropa,  dibawa menelusuri jejak – jejak petualangan Ibnu Batutah, kedalaman analisa Ibnu Kholdun serta jejak ilmu Ibnu Rusyd, dan masa – masa ketika Cordova menjadi mercusuar ilmu pengetahuan, sumber peradaban.

Pengalaman penulis sebagai jurnalis semakin memperkuat kisah yang ingin disampaikannya, kehidupan di Wina, perjalanan di Paris, Wisata di Al Hambra serta kunjungan di Istambul. Saya dibuat seolah merasakan sensasi perjalanan tersebut dengan membaca novel sejarah ini, ya.. Novel yang menceritakan sejarah atau juga Sejarah yang di kemas dalam alur novel, Absolutely Great!

Perjalanan menapak jejak islam di Eropa ini membuka perspektif baru bagi saya, seorang muslim untuk memahami realitas sejarah, islam memang pernah menginspirasi Eropa, namun pada kenyataan sekarang bahwa umat islam dari segi teknologi dan ilmu pengetahuan harus belajar dari Eropa juga sebuah keniscayaan. Mengutip salah satu  quote dari buku ini “yang paling penting dalam mempelajari sejarah adalah bukan hanya kemampuan menjabarkan siapa yang menang dan siapa yang kalah, melainkan mengadaptasi semangat untuk terus menatap ke depan, mengambil sikap bijak darinya dalam mengahdapi permasalahan – permasalahan dunia”

Dan hal yang unik adalah cara penulis menceritakan setiap peninggalan sejarah Islam dengan perspektif baru, misalnya perjalanan di Museum kota Wina yang menonjolkan seorang muslimah taat asal Turki, Fatma. Yang ingin menebus “dosa sejarah” dari kakek buyutnya Kara Mustafa yang pernah mengekspansi kota Wina dengan menjadi Duta Muslim yang Baik”. Atau, dalam perjalanan ke Paris, ada Marion, Sejarahwan Mualaff yang justru melihat pengaruh seni dan kebudayaan islam ketika menjelaskan peninggalan - peninggalan di Museum Louvre Paris kepada Hanum.

Lain di Wina dan di Paris, lain pula di Spanyol dan Turki, di Spanyol Hanum justru megenal jejak – jejak Islam melalui Sergio, Seorang Agnostic pribumi yang membuat perjalanan di Mezquita atau masjid Katedral menjadi semakin menarik dan di tutup dengan perjalanan di Istambul, Turki. Deskripsi ala jurnalis oleh penulis membuat  saya seolah melihat dengan jelas kegagahan Hagia Sophia, Gereja terbesar pada zamannya, yang pernah disulap menjadi Masjid Megah tanpa merubah ornament gereja didalamnya,  yang kini menjadi Museum Kota.

99 Cahaya di Langit Eropa,Journey: Menelusuri Jejak Peradaban Islam di Eropa             Eropa bukan sekedar Eiffel atau Colosseum, bukan sekedar Tembok Berlin, Eropa adalah sejuta misteri tentang sebuah peradaban yang sangat luhur, Peradaban Cahaya yang sinarnya pernah menerangi dan mencerahkan dunia.

99 Cahaya di Langit Eropa By Hanum Salsabiela Rais, Recommended!






Tags: Review  99 Cahaya di Langit Eropa, Catatan 99 Cahaya di Langit Eropa, Novel Islami , Novel Sejarah

A Few Note For 9 Summers 10 Autums

A Few Note For 9 Summers 10 Autums


 Masyarakat dunia, khususnya Indonesia, sedang mengolah kekayaan alam, kreativitas pengetahuan dan invensi serta inovasi teknologi menjadi sampah kebudayaan, kekonyolan mental, kehinaan moral dan kekerdilan kemanusiaan. Fuadi menampilkan sebaliknya: dengan bukunya ini ia mengolah sampah-sampah masa silam kehidupannya menjadi emas permata masa depan. Apa itu gerangan? Bagi siapa pun yang mengerti emas permata nilai-nilai kehidupan, mereka tidak memerlukan saya menjelaskannya. Dan bagi yang tidak pernah belajar mengerti, sia-sia saya menjelaskannya.
                                        (Emha Ainun Nadjib)

      Menurut saya komentar Cak nun mengenai Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad fuadi relevan dengan 9 Summers 10 Autums karya iwan Setyawan, karma keduanya bercerita tentang kekuatan keinginan, kekuatan impian.

      Apa yang anda pikirkan ketika mendengar kata “impian”? masih kah anda mengingat tentang impian atau cita – cita anda? Dan sudah seberapa jauh anda berusaha untuk mewujudkan impian itu? Ataukah anda sudah menyerah dan cukup puas untuk tidak lagi memikirkan impian – impian luar biasa yang pernah anda azzamkan dalam jiwa.

      Namun bagi iwan Setyawan, mimpi-mimpi itu harus dipejuangkan!,  melalui novelnya “9 Summers 10 Autums”, ia mengajarkan bahwa impian dan cita – cita adalah hal yang harus diperjuangkan. Dengan segala keterbatasannya, ayahnya hanya seorang sopir angkot yang harus menghidupi kelima anaknya, tidak mudah bagi Iwan untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Namun usaha dan kerja keraslah yang mengantarkannya untuk terbang tinggi menuju menara impiannya, ia yang seorang anak sopir angkot dari kota apel berhasil menjadi salah satu direktur perusahaan terkemuka di The Big Apple , New York.

       Novel ini pertama kali rilis pada bulan februari 2011, dan saya mendapatkan novel ini satu tahun setelahya, pada cetakan ke delapan. Tentunya sudah banyak yang membuat review tentang novel ini, namun komentar singkat diatas  tidak bermaksud untuk memberikan review ulang tentang novel ini karena bukan kapasitas saya untuk mengomentari sebuah karya sastra, namun hanya ingin menuliskan semangat – semangat positif mengapa kita harus tetap selalu memperjuangkan impian –impian kita, sesuai dengan semangat optimistis dari novel ini.

      Novel ini tidak bercerita tentang mimpi, tetapi tentang keberanian untuk menembus batas ketakutan. Kisah luar biasa yang diceritakan dengan lugas dan sederhana (E.S Ito, penulis novel Negara kelima dan rahasia Meede)


Ya , kita harus memperjuangkan mimpi – mimpi kita, karena kalau bukan kita yang membela impian kita, lalu siapa lagi yang akan membelanya!.

A Few Note For 9 Summers 10 Autums



Segar dan Inspiratif!

Review Novel 99 Cahaya Langit Eropa


Review Novel 99 Cahaya Langit Eropa

Judul : 99 Cahaya Langit Eropa
Penulis : Hanum Salsabiela Rais
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman :392


Eropa bukan sekedar Eiffel atau Colosseum, bukan sekedar Tembok Berlin, Eropa adalah sejuta misteri tentang sebuah peradaban yang sangat luhur, Peradaban Cahaya yang pernah memayungi dunia




Novel 99 Cahaya Langit Eropa , perjalanan menapak jejak islam di Eropa merupakan salah satu koleksi novel baru yang saya dapatkan. Novel yang di tulis oleh hanum Salsabiela Rais anak dari Amien rais.

Pada awalnya saya tidak mempunyai alasan kenapa harus memilih novel ini, namun  yang pasti dari sinopsis dan yang dipaparkan pada backcover novel ini, seakan memberikan suatu sensasi baru yang akan menambah cakrawala pengetahuan bagi pembacanya. saya baru membaca bagian awal dari novel ini, dan seolah dibawa untuk kembali ke masa dahulu untuk menapaki jejak – jejak petualangan Ibnu Batutah, kedalaman analisa Ibnu Kholdun serta jejak ilmu Ibnu Rusyd, dan masa – masa ketika universited cordova menjadi mercusuar ilmu pengetahuan, sumber peradaban.

Aku mengucek – ucek mata. Lukisan Bunda Maria dan Bayi Yesus itu terlihat biasa saja. Jika sedikit lagi saja hidungku menyentuh permukaan lukisan, alarm di Museum Louvre akan berdering – dering. Aku menyerah. Aku tidak bisa menemukan apa yang aneh pada lukisan itu.

“Percaya atau tidak, pinggiran hijab Bunda Maria itu bertahtakan kalimat tauhid Laa illaha illallah, hanum,” ungkap Marion akhirnya.


Apa yang anda bayangkan jika mendengar “Eropa”? Eiffel? Colosseum? San Siro? Atau Tembok Berlin?

Bagi saya, Eropa adalah sejuta misteri tentang sebuah peradaban yang sangat luhur, peradaban tentang keyakinan saya, Islam.

Buku ini bercerita tentang perjalanan sebuah “pencarian”. Pencarian 99 cahaya kesempurnaan yang pernah dipancarkan Islam di benua ini.

Dalam perjalan itu saya bertemu dengan orang-orang yang mengajari saya, apa itu Islam rahmatan lil alamin. Pejalanan yang mempertemukan saya dengan para pahlawan Islam pada masa lalu. Perjalan yang merengkuh dan mendamaikan kalbu dan keberadaan diri saya.

Pada akhirnya, dibuku ini Anda akan menemukan bahwa Eropa tak sekedar Eiffel atau Colosseum. Lebih…sungguh lebih daripada itu.

Sekian pembaca, semoga review singkat ini dapat memberikan suatu informasi yang bermanfaat, sebagai petimbangan bagi teman – teman sekalian yang ingin menambah koleksi bacaan yang inspiratif. 



Tags: Review  99 Cahaya di Langit Eropa, Catatan 99 Cahaya di Langit Eropa ,Novel Islami , Novel Sejarah

Review Novel Rumah Kaca

Review Novel Rumah Kaca
     

Judul : Rumah Kaca
Penulis : Pramodya Ananta Toer
Penerbit : Lentera di Pantara
Jumlah halaman :646





"Desposuit Potentes de Sede et Exaltavat Humiles | Dia rendahkan mereka yang Berkuasa dan Naikkan Mereka yang Terhina"

     Kalau Roman pertama, Bumi Manusia, merupakan periode penyemaian dan kegelisahan; roman kedua, Anak Semua Bangsa, adalah periode observasi atau turun ke bawah; roman ketiga, Jejak Langkah, adalah pengorganisasian perlawanan; maka roman ke empat, Rumah Kaca, dalah reaksi balik dari pemerintahan Hindia Belanda yang melihat kebangkitan perlawanan meluas di tanah jajahan mereka.

      Novel ini pun unik karena ada peralihan pusat penceritaan. jika pada tiga buku sebelumnya penceritaan berpusat pada Minke, maka pada buku ke empat ini penceritaan beralih pada seorang arkhivari atau juru arsip bernama Pangemanan dengan dua n. Peralihan ini juga simbolisasi dari usaha Hindia melumpuhkan sepak terjang Minke yang tulisannya membuat banyak orang, dalam istilah anak bawang Minke, Marco "Moentah darah".

      Dalam buku ke empat ini Minke yang menjadi representasi pembangkangan anak terpelajar pribumi  yang menjadi target nomor satu untuk ditangkap dan ditahan. yang unik justru ia ditahan dalam sebuah operasi pengarsipan yang rapi atas semua tindak tanduknya. lewat arsip-arsip itulah ia dikurung. Dalam buku ini memperlihatkan bagaimana kegiatan arsip menjadi salah satu kegiatan politik paling menakutkan bagi aktivis pergerakan kemerdekaan yang tegabung dalam pelbagai organisasi. Arsip adalah mata radar Hindia yang ditaruh di mana - mana untuk merekam apa pun yang digiatkan aktivis pergerakan itu. Pram dengan cerdas mengistilahkan politik arsip itu sebagai kegiatan  pe-rumah kaca-an.

      Novel besar berbahasa Indonesia yang menguras energi pengarangnya untuk menampilkan embrio Indonesia dalam rangrangan negeri kolonial. Sebuah karya pascakolonial paling bergengsi.

Review Novel Jejak langkah

Judul : Jejak langkah
Penulis : Pramodya Ananta Toer
Penerbit : Lentera di Pantara
Jumlah halaman : 721

"Sudah lama aku dengar dan aku baca suatu negeri dimana semua orang sama dihadapan hukum. Tidak seperti di hindia ini, kata dongeng ini juga:
Negeri ini memashurkan, menjunjung dan memuliakan kebebasan, persamaan dan persaudaraan. Aku ingin melihat negeri dongengan itu dalam kenyataan”

Jejak Langkah merupakan Novel ketiga dari tetralogi Buru, yang pertama Bumi manusia, periode yang bercerita tentang penyemaian dan kegelisahan. Novel kedua, anak semua bangsa, periode yang bercerita tentang pencarian spirit perjuangan dari kehidupan arus bawah pribumi yang tak berdaya melawan kekuasaan raksasa Eropa: maka Novel ketiga, jejak langkah adalah pengorganisasian perlawanan!

Minke memobilisasi segala daya untuk melawan bercokolnya kekuasaan Hindia yang sudah berabad-abad umurnya. Namun Minke tak memilih perlawanan bersenjata. Ia memilih jalan jurnalistik dengan membuat sebanyak-banyaknya bacaan pribumi. Yang paling terkenal tentu saja Medan Prijaji. Dengan koran ini, minke ingin mengembalikan agensi kepada rakyat pribumi tiga hal: meningkatkan boikot, berorganisai dan menghapuskan kebudayaan feodalistik.

Perpaduan jurnalistik dan organisasi, tak hanya membangkitkan nasionalisme disetiap kantong perlawanan di daerah, tapi juga menusuk para pembesar Belanda tepat di pusatnya. Itu pula modal awal negeri ini untuk besuara kepada dunia tentang apa yang sebenarnya terjadi di negeri angin selatan ini dibawah genggaman imperialisme negeri Angin utara. Lewat langkah jurnalistik, Minke berseru-seru: “Didiklah rakyat dengan organisasi dan didiklah penguasa dengan perlawanan”.

Review Novel Anak Semua Bangsa

Kalau pada bagian pertama, tetralogi Buru ini, Bumi manusia, merupakan periode penyemaian dan kegelisahan, maka roman bagian kedua ini, Anak Semua bangsa, adalah periode observasi atau turun kebawah mencari serangkaian spirit lapangan dan kehidupan arus bawah pribumi yang tak berdaya melawan kekuatan raksasa Eropa. Dalam Anak semua bangsa, Minke dihadapkan antara kekaguman pada peradaban eropa dan kenyataan di lingkungan bangsanya yang kerdil. Sejak kedatangan Khouw Ah Soe seorang aktivis pergerakan Tionghoa, surat-surat keluarga De La Croix (sarah, Miriam dan Herbert). Teman Eropanya yang liberal, khotbah politik Nyai Ontosoroh, mertua sekaligus guru agungnya, kesadaran Minke tegugat, tergurah dan tergugah.

      Dari Khouh Ah Soe, Minke mendapat ajaran bahwa “ Sepandai – pandai ahli yang yang berada dalam kekuasaan yang bodoh ikut juga jadi bodoh

     Dari Keluarga De La Croix, Minke mendapat rangkaian pikiran tentang kemajuan, kemunduran dan usaha memerangi setan jahat di Eropa, Jawa dan Hindia: “ Inilah jaman modern. Yang tak baru diangap kolot, orang tani, orang desa. Orang menjadi begitu mudah terlena, bahwa dibalik segala seruan, anjuran, kegilaan tentang yang baru menganga kekuatan gaib yang tak kenyang – kenyang akan mangsa. Kekuatan gaib itu adalah deretan protozoa, angka-angka yang bernama modal.

     Dari nyai Ontosoroh, Minke mendapat kepercayaan diri: “ Jangan kau mudah terpesona oleh nama-nama, kan kau sendiri pernah bercerita tentang nenek moyang kita yang menggunakan namanya yang hebat-hebat, dan dengannya ingin mengesani dunia dengan kehebatannya—kehebatan dalam kekosongan? Eropa tidak berhebat-hebat dengan nama, ia berhebat dengan ilmu dan pengetahuannya” Tahu kenapa Nak, aku sayangi kau lebih dari siapapun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh dikemudian hari.

      Episode Anak semua bangsa adalah semacam titik balik perjalanan Minke menelusuri kehidupan masyarakatnya dari titik yang paling dekat yang dengan perjalanan itu semangat itu pun terkukuhkan: “Dan Bukan hanya Eropa ! jaman modern ini telah menyampaikan padaku buah dada untuk menyusui aku, ari pribumi sendiri, dari jepang, Tiongkok, Amerika, India, Arab, dari semua bangsa di muka bumi ini.

Sama seperti Novel pertama, Bumi Manusia, Recommended untuk dibaca.

Review Novel Bumi Manusia

Review Novel Bumi Manusia
Judul : Bumi Manusia
Penulis : Pramodya Ananta Toer
Penerbit : Lentera di Pantara
Jumlah halaman : 536

"Kita telah melawan nak!, sekuat-kuatnya sehormat - hormatnya"


Minke seorang anak bupati keturunan priyayi jawa yang sekolah di HBS, sekolah yang cukup bergengsi bagi seorang pribumi dimasa penjajahan kolonial.

Ia sudah harus berhadapan dengan berbagai permasalahan kemanusian yang begitu kompleks, mulai dari pembodohan yang terus menerus dilakukan Belanda terhadap jajahannya, Hindia Belanda, diskriminasi antara keturunan Indo, Totok atau pribumi serta masalah budaya feodalisme, ya! melawan budaya feodal sama berarti melawan terhadap nenek moyang, melawan terhadap ayahnya sendiri, seorang Raja kecil, Bupati.

Dibawah bimbingan sahabatnya Jean Marais seorang pelukis bekas veteran perang Aceh, rasa humanisme semakin menebal, ia pegang betul kata-kata sahabatnya tersebut "Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan", pun juga melalui gurunya seorang Humanis Liberal, Jufrow Magda Petters, ia mulai berkenalan dengan alam pikiran Multatuli, sama seperti Multatuli ia percaya bahwa tugas/kewajiban utama manusia adalah menjadi manusia.

Dalam perjalanannya, hatinya terpaut dengan Annelies Mellema, seorang indo berjiwa pribumi keturunan seorang Tuan tanah Belanda, Herman Mellema dan gundiknya, "nyai" Ontosoroh. Minke, annalies dan nyai ontosoroh  terus berupaya melawan, melawan kekuasaan eropa, melawan kekuasaan kolonial. Tulisan - tulisannya mulai terbaca diberbagai koran, dan didengar oleh kaum terpelajar, korenpondensinya dengan Herbert, Sarah, Miriam De La Croix semakin mengasah jiwa intelektualnya dan ia semakin merdeka.

Gambaran cerita diatas sudah dapat kita bayangkan, bahwa sang penulis, Pramodya Ananta Toer mengajak kita kembali untuk membaca sejarah Indonesia, membaca Indonesia di zaman kolonial, Tahun 1899 tepatnya. Sebuah bacaan yang penuh dengan suguhan perjuangan, perlawanan dan cinta kemanusiaan yang begitu tinggi. Dan tentang sang penulis, saya kira wajar kalau ia menjadi langganan finalis peraih nobel sastra dunia.

Persembahan dari Indonesia untuk dunia.


Recommended!