Mengapa Koruptor Tidak Takut Hukuman?



Sebenarnya apa itu korupsi? Secara global, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang (negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan serta kepentingan pribadi atau orang lain. Perilaku korup menunjukkan pada sikap suka menerima suap, dan memakai kekuasaan yang dimilikinya untuk kepentingan pribadi atau kelompok sendiri. Dan perlu diketahui, bahwa praktik korupsi itu terjadi di kalangan atas sampai kalangan bawah.

009832


[imagetag]

Semakin korup suatu negara, semakin banyak hukum. (the more corrupt the state, the more laws) (Tacitus Caius Cornelius Tacitus). Memang di Indonesia menjadi banyak hukum setelah merajalelanya tindak pidana korupsi, namun hukum lebih bermakna sekadar sebagai simbol, tanpa adanya realisasi yang benar benar konkrit, tegas, dan memaksa. Akibatnya, banyak orang yang melanggar hukum.

Apabila seseorang melanggar suatu undang undang dan pelanggarannya dilakukan berulang dan dalam hal atau masalah yang sama, itu menunjukkan bahwa orang tersebut telah menentang undang undang. Sehingga hukuman orang itu tidak bisa disamakan dengan hukuman terdahulu atau yang pernah ia jalani. Maksudnya, harus ada penambahan hukuman, yang sekiranya dapat membuat dia jera. Maka dari itu, hukumannya jangan tanggung tanggung, karena ia telah menentangnya.

Oleh karena itu, dalam penegakkan supremasi hukum harus selalu ada pembenahan, karena seringkali tidak adanya keadilan terhadap pemberlakuan hukuman kepada narapidana, khususnya koruptor. Karena itu tak mengherankan jika sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru hingga kini, praktik korupsi tidak semakin berkurang, tetapi semakin menjadi jadi. Koruptor seolah tidak takut lagi terhadap hukum. Mengapa demikian? Hal tersebut tidak lepas dari kelemahan penegakkan hukum. Seolah hukum bisa dibeli, dan hukum hanya berlaku bagi orang orang kecil.

Mengenai sebab sebab korupsi, secara garis besar ada tiga kelompok pandangan, yaitu faktor manusia, faktor lingkungan dan faktor gabungan dari keduanya. Faktor manusia, dalam pandangan ini, sebab utama terjadinya korupsi adalah karena faktor faktor personal aparat, seperti: mentalitas aparat yang buruk, kemampuan kerja aparat yang kurang memadai, pendapatan aparat yang rendah, kemiskinan keluarga, dan faktor faktor personal lainnya.

Faktor lingkungan, faktor lingkungan yang menjadi sebab terjadinya korupsi adalah lingkungan yang kurang kondusif. Lingkungan tersebut meliputi lingkungan politik, budaya dan manajemen birokrasi, seperti: pembangunan dan pertahanan iklim politik berlandaskan jaringan dan adanya imbalan terhahap loyalitas politik, budaya penguasa yang cenderung menuntut upeti dari rakyat dengan sukarela, sebagai perwujudan dan kesetiaan kepada penguasa, adanya keleluasaan untuk berlangsungnya praktik korupsi, yang ditandai dengan tidak adanya upaya upaya keras dan tegas untuk mencegah serta memberantas praktik korupsi.

Faktor berikutnya adalah gabungan dari faktor manusia dan faktor lingkungan. Di dalam pandangan ini, korupsi terjadi karena adanya berbagai interaksi dari faktor faktor tersebut, baik faktor personal aparat maupun faktor lingkungan yang telah disebutkan diatas.

Untuk mengurangi praktik korupsi, masyarakat harus melakukan pengawasan terhadap lembaga lembaga penyelenggara negara dan para pejabat penyelenggara negara, baik pada tingkat pusat maupun daerah. Hal itu dimaksudkan agar penyelenggara negara dapat bekerja sesuai dengan kewenangan serta fungsinya sebagai abdi masyarakat. Dan kekritisan sangat perlu dilakukan untuk menanggapi hal hal yang ada di dalam pemerintahan.

0 komentar:

Posting Komentar